Pahami Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata, Jangan Sampai Salah Jalur Hukum

    

    Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak jarang kita mendengar istilah hukum pidana dan hukum perdata. Keduanya merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang memiliki kedudukan penting dalam mengatur ketertiban sosial dan menyelesaikan konflik antar warga. Namun, tak sedikit masyarakat yang masih bingung membedakan antara hukum pidana dan hukum perdata. Pemahaman yang keliru terhadap keduanya bisa berdampak serius, termasuk salah mengambil jalur hukum saat menghadapi persoalan.   

    Artikel ini akan membahas secara lengkap pengertian, perbedaan, fungsi, dasar hukum, serta contoh kasus hukum pidana dan perdata secara komprehensif.

    Hukum pidana mengatur tentang larangan terhadap perbuatan yang dapat merugikan masyarakat atau mengganggu ketertiban umum, dan menetapkan sanksi pidana bagi pelakunya. Penegakannya dilakukan oleh negara melalui aparat hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim.

Dasar Hukum Hukum Pidana:

Pasal 1 ayat (1) KUHP:
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada terlebih dahulu.”

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang khusus lainnya:

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

UU No. 11 Tahun 2008 jo. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)

Contoh Kasus Hukum Pidana:

Pencurian (Pasal 362 KUHP)

Penganiayaan (Pasal 351 KUHP)

Penipuan (Pasal 378 KUHP)

Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)

Tindak pidana korupsi (UU Tipikor)

Dalam kasus pidana, pelapor bisa siapa saja, atau bahkan tanpa pelaporan jika masuk kategori delik biasa. Namun untuk delik aduan, proses hukum hanya dapat berjalan jika korban mengadu secara resmi.

Pengertian Hukum Perdata

Hukum perdata atau hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara individu dengan individu lainnya yang bersifat privat atau pribadi. Fokus utama hukum perdata adalah menyelesaikan konflik atau sengketa yang timbul karena perjanjian, pelanggaran hak, atau peristiwa hukum lainnya.

Hukum perdata mengatur hak dan kewajiban antar subjek hukum dalam berbagai bidang seperti keluarga, warisan, harta kekayaan, dan perjanjian.

Dasar Hukum Hukum Perdata:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Pasal 1233 KUHPerdata: "Tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang."

Pasal 1365 KUHPerdata: "Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu untuk mengganti kerugian tersebut."

Hukum Acara Perdata (HIR/RBg)

Yurisprudensi dan doktrin hukum

Contoh Kasus Hukum Perdata:

Sengketa warisan

Perceraian dan hak asuh anak

Wanprestasi (ingkar janji dalam perjanjian)

Jual beli tanah

Sewa-menyewa

Gugatan ganti rugi atas kerugian akibat perbuatan melawan hukum

Dalam hukum perdata, pihak yang merasa dirugikan wajib mengajukan gugatan ke pengadilan agar perkara disidangkan. Negara hanya berperan sebagai fasilitator dalam memberikan putusan, tidak aktif menuntut sebagaimana dalam hukum pidana.

Perbandingan Hukum Pidana dan Perdata

    Perbedaan mendasar antara hukum pidana dan hukum perdata terletak pada pihak yang berperan dalam proses hukumnya. Dalam hukum pidana, negara bertindak sebagai pihak yang menuntut melalui jaksa, karena perbuatan pidana dianggap merugikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya, dalam hukum perdata, proses hukum diajukan oleh individu atau pihak yang merasa dirugikan secara pribadi, yang disebut sebagai penggugat. Tergugat adalah pihak yang dituntut oleh penggugat untuk memenuhi hak atau kewajiban tertentu.

    Dari sisi tujuan, hukum pidana bertujuan memberikan efek jera, mencegah terjadinya kejahatan, dan menjaga ketertiban serta keamanan masyarakat. Oleh karena itu, sanksi dalam hukum pidana bersifat represif, seperti hukuman penjara, denda, kerja sosial, hingga hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP. Sementara itu, tujuan hukum perdata lebih bersifat restoratif dan kompensatoris, yaitu untuk mengembalikan keadaan seperti semula atau memberikan ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan. Sanksi dalam hukum perdata biasanya berupa ganti rugi materiil, pembatalan perjanjian, atau pemenuhan prestasi sesuai kontrak.

    Dari segi proses penyelesaian, hukum pidana dimulai dari adanya laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan oleh jaksa, dan pemeriksaan di pengadilan yang hasil akhirnya bisa berupa putusan pidana. Proses ini juga menggunakan asas legalitas yang ketat, yakni seseorang tidak dapat dihukum jika tidak ada peraturan yang mengatur perbuatannya sebagai tindak pidana. Sedangkan dalam hukum perdata, proses dimulai dari pengajuan gugatan oleh penggugat, pemeriksaan perkara oleh hakim, mediasi, dan putusan yang mengikat hanya bagi para pihak yang bersengketa.    

    Sifat hukum pidana adalah publik, karena menyangkut kepentingan umum dan perlindungan terhadap masyarakat luas. Sebaliknya, hukum perdata bersifat privat, karena menyangkut kepentingan individu atau kelompok terbatas. Sebagai contoh, apabila seseorang mencuri kelapa sawit milik orang lain, maka perbuatannya masuk dalam kategori pidana karena mencuri merupakan perbuatan yang dilarang oleh KUHP dan meresahkan masyarakat. Namun, apabila dua pihak berselisih karena wanprestasi dalam perjanjian jual beli, maka sengketa tersebut masuk ke dalam ranah hukum perdata.

    Dengan demikian, meskipun keduanya memiliki perbedaan yang mencolok, baik hukum pidana maupun hukum perdata sama-sama penting untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil, tertib, dan seimbang. Pemahaman yang baik mengenai perbedaan ini sangat penting, terutama bagi mahasiswa hukum, aparat penegak hukum, maupun masyarakat luas agar tidak keliru dalam menyikapi persoalan hukum yang dihadapi.


Posting Komentar untuk "Pahami Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata, Jangan Sampai Salah Jalur Hukum"